Sahabat? Benarkah? Entah dimulai sejak kapan, tapi aku
sepertinya mulai meragukan hal itu. Kata-kata manis saja tidak cukup
untuk membuat seseorang diam dan nyaman. Butuh sesuatu yang nyata, bukan
sekedar basa-basi semata.
Aku tidak sedang menuntut kesempurnaan. Aku sendiri masih jauh,
bahkan sangat jauh dari kata sempurna. Tapi bukankah manusia punya rasa
dan bisa merasa? Harusnya kamu mengerti tentang itu. Karena bagaimanapun
juga, aku adalah manusia. Kita sama.
Jangan pernah merasa jadi orang yang paling bisa mengerti. Padahal
kenyataanya kamu tidak tahu apa-apa. Hanya menebak dan mengira-ngira.
Apalah artinya? Hanya menimbulkan kesalah pahaman yang tidak
berkesudahan.
Bukankah kamu berkali-kali berucap manis, mengatakan aku ini temanmu.
Tapi apa yang kau tahu tentangku? tidak ada, semuanya hanya omong
kosong saja.
Mungkin kamu berpikir bahwa aku tidak dewasa. Memang benar. Tapi
cobalah untuk berkaca lebih dalam, sebentar saja. Lalu sadari apa yang
kamu lihat. Seberapa dewasakah kamu?
Kamu mengatakan aku berubah. Tapi pernahkah kamu berpikir, apakah aku
juga merasakan hal yang sama? Merasa bahwa dirimu berubah juga.
Kamu pernah mengatakan bahwa teman adalah orang yang selalu ada,
menemani saat suka dan duka. Benarkah? Apa hanya aku saja yang merasa
bahwa kata-kata itu hanya sekedar manis didengar saja? Kenyataanya?
Entahlah.
Mungkin kamu melihat, bahwa akulah yang egois. Akulah yang patut dipersalahkan atas segala perubahan. Mungkin iya.
Tapi cobalah berpikir, apakah kamu sendiri benar-benar tidak punya
cela? Apa kamu yakin, tidak pernah ada kata yang menyiratkan luka? Tidak
pernah ada canda yang menyesakkan dada? Tidak pernah ada laku yang
keliru? Coba pikirkan, jangan sekedar pandai mempersalahkan.
Tapi sudahlah, lupakan saja. Biarkan aku saja yang kamu salahkan.
Salah dengan segala perubahan, salah dengan keberjarakan, salah dengan
sikap yang tidak dewasa, salah ini, salah itu. Biarkan kamu saja yang
benar. Tapi semua ini sudah cukup untuk membuatku tahu, apa yang nampak
dari luar, belum tentu sama seperti apa yang terpendam dalam hati yang
paling dalam.
Kenangan tentangmu masih ada, tidak akan pernah aku lupa. Manis itu
pernah ada. Bahagia dalam canda juga aku rasa. Tapi maaf jika sekarang
kamu merasa aku berbeda. Lagi-lagi mungkin ini salahku. Biarkan saja,
bukankah tanpa ada aku pun kamu masih bisa tertawa? Nikmati saja. Aku
pun begitu. Sedang mencoba membangun bahagia dengan cara yang berbeda.
Teman, tetaplah teman. Tidak masalah jika itu hanya sekedar rangkaian
kata. Biarkan saja begitu, sekedar jadi pengingat tentang tawa yang
pernah tergurat.
Terimkasih
BalasHapus