Terperangkap

12 Juli 2019 - 05.18 PM, saat dimana mata sudah mulai mengantuk, dan bosan sudah sangat erat memeluk. Satu hal yang tengah menjadi pikiran gue saat ini, setelah hampir dua tahun hiatus nulis di blog, kira-kira cerita absurd macam apa yang bisa mulai gue tulis lagi disini?
Sedikit mengingat kejadian yang lalu, gue sempat hampir merasa bahwa kotak tertawa yang tertanam entah dibagian sebelah mana dari badan gue ini sepertinya akan rusak, berkarat, dan krik krik. sulit sekali untuk tertawa yang benar-benar dinikmati, yang keluar hanya sekedar senyum yang dibuat selebar mungkin, tak ubahnya seperti squidword yang sedang memaksakan dirinya untuk bersikap ramah tamah. 
.
.
.
.
.
.
.
Tulisan ini tertunda sudah sekian lama, sekarang 14 Januari 2020 - 08.37 AM terbersit niat untuk melanjutkan tulisan yang entah akan seperti apa isi ceritanya. Ada banyak sekali hal yang ingin gue tulis. Cerita tentang bagaimana gue meninggalkan tempat kerja yang kata orang "keren", ganti tempat kerja baru dengan ekspektasi dan realita yang teralalu jomplang, bertemu manusia-manusia baru dengan segala keunikan yang kadang sulit gue jabarkan. Well, inilah proses. tidak selalu sesuai dengan keinginan hati, tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi, tapi hidup masih belum boleh berhenti. Lelah? iya, tapi inilah hidup, kadang realita menghantam ekspektasi semu tanpa ampun. Nyaris hancur, tapi belum sampai lebur. 

Hampir genap satu tahun di tempat ini. Masih terasa asing. Merasa belum memiliki, masih ada keinginan untuk pergi, dan ada sedikit kecewa entah karena apa. Apa ini bentuk lain dari ketidak bersyukuran? semoga bukan. Hanya proses adaptasi yang rasanya teramat panjang. Seperti terjebak, ingin melepasakan diri tapi rasanya terlalu prematur untuk pergi saat ini. Masih dini, terlalu awal untuk menyerah dan berkata "Sudah, saya pergi saja."

Kadang ada semacam perasaan ingin marah, tapi pada siapa? Mau menyalahkan siapa? Ini adalah keputusan yang sudah dipertimbangkan bukan sehari dua hari. Lalu saat hasilnya begini, apa mau dikata, sudah terlanjur. Menarik diri pun nyaris tidak bisa, terlalu sulit dengan prosedur yang rumit, dan lagi malas juga rasanya harus menjelaskan banyak hal pada orang-orang yang hanya mampu menghakimi tanpa pernah mencoba untuk mengerti. Baiklah, untuk bagian ini harusnya jangan terlalu banyak berharap pada manusia. Sekedar ingin bercerita saja susah sekali rasanya, banyak hal yang harus dipertimbangkan yang akhirnya menyeret pada sebuah keputusan, "Sudah, telan saja masalahnya, jangan dikeluarkan, terlalu beresiko untuk bermain dengan persepsi orang lain." Terus seperti itu selama hampir setahun ini.

Tapi bukankah sekarang kotak tertawa yang rusak seperti sudah kembali membaik? Ya, terlihat seperti itu. Tapi sebenarnya belum sempurna, masih ada luka disana, masih tertawa dengan menahan sakit yang entah letaknya dimana, tapi jelas-jelas masih ada sakit disana. Perasaan tidak nyaman yang datang karena seangaja diciptakan, diresapi, dan disimpan panjang, ini bukan lelucon tapi kebodohan yang dipelihara oleh pemikiran lugu yang berlindung dibalik kata "Tidak apa, ini normal, kamu manusia, silakan menikmati sakit sewajarnya". Hah, klise, terlalu naif, kebodohan yang teramat halus, perlahan mematikan logika tanpa terasa. Nyaris tanpa suara, membunuh senyum tanpa ampun. 

Kenapa tidak coba marah saja? tunjukan emosi itu, tunjukan perasaan yang coba dikubur dalam, tidak apa terlihat tidak baik-baik saja, bukankah manusia begitu? Hah, dan semua tetap akan sama, tidak jadi lebih baik juga, lalu apa untungnya? Saat emosi mudah dibaca, ditunjukan tanpa penghalang, lalu apa? Ingin menarik simpati orang-orang yang belum tentu peduli? atau ingin menjadi manusia menyebalkan yang menyebarkan kemarahan? atau ingin terlihat seperti manusia kuat yang terlihar gahar dengan muka garang? terlalu menyedihkan, itu bukan penyelesaian, sekedar cara lain untuk membuat masalah semakin besar, dan membuat kebodohan terlihat semakin mengakar. Tidak, jangan begitu, pasti ada cara lain yang lebih menenangkan selain membuat onar dengan emosi yang disebar tak beraturan.

Masih banyak yang belum tuntas dituliskan, mungkin nanti akan dilanjutkan, saat manusia yang merasa sedang dihimpit kesibukan ini bisa mencuri waktu untuk sekedar melepas pemikiran yang terperangkap tidak terucap.

Evinervin

Mari berdiskusi, bertukar pemikiran untuk saling menggenapkan.

2 komentar: