Tulisan ini dibuat tanpa rencana. Semuanya berawal saat pandangan mata mulai terganggu akibat file yang disimpan tidak beraturan. Ibarat kamar, isi laptop udah berserakan ga menentu, ga enak diliatlah pokonya. Proses pengorganisasian dan pengklasifikasian file [bahasannya -- efek kebanyakan bikin makalah] mulai dilakukan saat fokus sudah beranjak dari penjelajahan di media sosial. Satu per satu file mulai dikemas dalam folder berdasarkan subjeknya. Semua terus berjalan lancar sampai pada saat dimana saya menemukan sebuah file yang tidak dikenal. Izinkan aku mengenalmu begitulah file itu diberi nama. Entah darimana file itu berasal. Entah hasil download, copas di internet, atau hasil nyomot dari blog orang. Entahlah, maaf sekali jika seseorang diluar sana merasa menjadi pemilik tulisan ini, bukan saya tidak ingin mencantumkan sumber asli, tapi karena memang file ini sudah lama tersimpan di laptop, dan saya sendiri sudah lupa asal mula file itu dari mana. Penasaran, file itu saya buka.
Sejenak terdiam, mencoba mencerna setiap kata yang tertulis disana. Lalu, entah mengapa sepertinya saya sepakat dengan tulisan itu. Saya setuju dengan ungkapan "kejujuran tak pernah benar-benar berlaku dalam cinta" ada saat dimana berkata jujur menjadi sangat sulit dilakukan, dan kepura-puraan akhirnya menjadi pilihan demi menyelamatkan hati yang terkadang terlalu pengecut untuk sekedar berdamai dengan kenyataan. Salah memang, tapi bagaimana lagi, terkadang menikmati luka yang dicipta tanpa anastesi lebih menyenangkan daripada harus berhadapan dengan ketakutan atas ancaman perpisahan. Untuk sebuah rasa yang tidak pernah disepakati definisinya, terkadang terasa menjadi serba sulit saat tidak ada keberanian untuk jujur dengan hati dan berdamai dengan logika. Tidak berdarah tapi terluka, tidak berair mata tapi menangis. Begitulah saat hati merasa rindu tapi jumpa tidak pernah tercipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar